Info Kewirausahaan



Mengajari Jiwa Entrepreneur/ Wira usaha pada Anak: Kapan dan Bagaimana memulainya

Pada masa krisis global sebagaimana yang dihadapi manusia saat ini, diperlukan karakter yang kuat untuk bertahan dapat bertahan hidup. Salah satu karakter yang dibutuhkan adalah jiwa entrepreuner atau jiwa wira usaha. Entrepreneurship sendiri menurut ahli pendidik entrepreneurship, Hindle and Anghern adalah jiwa yang memiliki motivasi tinggi, toleransi terhadap resiko yang cukup tinggi, selalu ingin berprestasi, pantang menyerah, mampu menciptakan peluang, kreatif, serta memiliki kepercayaan diri dan memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi. Karakter entrepreneurship tersebut sangat cocok sebagai modal untuk dapat sukses di era global seperti saat ini. Mengembangkan karakter entepreneurship, bukan berarti menciptakan pedagang atau wira usaha, namun terlebih dari itu, jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) ini dipandang sebagai satu ciri karakter yang memiliki kekuatan pribadi dalam menghadapi tantangan dunia. Seorang dengan karakter entrepreneurship ini, diharapkan mampu menjadi penggerak kemajuan bangsa.  Dengan menggunakan prinsip pendidikan karakter di atas, sikap dan karakter entrepreneurship akan dapat dikembangkan pada anak dengan baik.

Entrepreneurship adalah bukan sekedar belajar dagang tetapi mengajarkan banyak hal yaitu ’Belajar Kehidupan’Ada seorang ibu bercerita tentang anaknya, “Bu, nanti di sekolah mau buat es lilin. Besuk mau dijual.” Saya mengiyakan saja. Hari berikutnya anak saya bercerita kembali, “Bu, tadi saya jualan es lilin, ada yang beli.” (Kata-katanya mungkin nggak persis, tetapi itulah maksudnya). Wow, anak saya sudah diajari menjadi entrepreneur! Anda tahu kira-kira anak kelas berapa? Ya betul, anak  baru TK kecil memang berbeda dengan sekolah yang lain, TK anak tersebut menerapkan konsep multiple inteligent, dimana setiap anak dianggap memiliki kecerdasan sesuai bakat dan minatnya. Anak-anak juga tidak difokuskan terlalu banyak menghafal, tetapi lebih ditekankan menganalisa keadaan. Mungkin ada yang  masih ingat apa kira-kira yang diajarkan kepada kita sewaktu kecil dulu? Orang tua kita ngendika, “Sekolahlah yang pintar ya, nanti biar mendapat pekerjaan yang baik.”. Di sekolah kita juga diajari membaca, “Ini ibu Budi. Ibu Budi pergi ke pasar membeli sayur.” Yah, sejak kecil kita diajari untuk menjadi karyawan (pengikut) dan konsumen. Lain halnya dengan Singapura, diajari membaca kira-kira seperti ini “Ini ibu Budi. Ibu Budi pergi ke pasar menjual sayur.” Entrepreneur tak hanya dimiliki orang dewasa, hendaknya sejak dini jiwa kewirausahaan anak dipupuk. Tujuannya, menjauhkan anak dari kehidupan konsumtif dan mengajarkan kemandirian
.

Kenyataan Masyarakat saat ini
Berbagai sumber menyatakan bahwa kesuksesan seseorang lebih dipengaruhi dari karakter yang dimiliki dibandingkan kecerdasan intelektualnya. Mitshubisi Research Institute (2000) menyatakan bahwa keberhasilan seseorang 40% bergantung pada soft skills yang dimilikinya, 30% tergantung pada kemampuan networking dan 20% tergantung pada kecerdasannya, baru 10% diantaranya ditentukan dari uang yang dimilikinya.

Selain itu, sebagian besar keberhasilan seseorang dalam mencari pekerjaan bukan dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual, melainkan kemampuan seseorang di dalam mengelola diri. Sebagian besar direktur SDM dari perusahaan besar di Indonesia, maupun perusahaan multinasional akan sepakat dengan pernyataan di atas. Oleh karena kesuksesan seseorang yang nyata-nyata dipengaruhi oleh kemampuan untuk mengelola diri, maka sekolah diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tersebut, bukan hanya menghasilkan lulusan didik yang cerdas intelektual saja.

Namun demikian, di dalam perkembangannya, sekolah semestinya memiliki tujuan untuk baik mencerdaskan sisi intelektual, maupun karakter anak. Sekolah sebagai lembaga pendidikan semestinya tidak hanya mengarahkan kurikulumnya pada tujuan kecerdasan intelektual, namun terlebih dari itu mengembangkan karakter anak didiknya. Apa yang terjadi saat ini ada kecenderungan jam sekolah anak-anak semakin panjang saja bahkan sampai sore hari? Apakah itu tidak membuat anak jenuh? Singapura sudah meninggalkan sistem pendidikan berorientasi akademik, tapi lebih pada sisi holistik, menyangkut emosi dan sosialnya. Jepang dan Korea Selatan juga begitu. Sistem pendidikan kita malah terbalik karena melawan hukum alam, akibatnya semua rusak, mental, karakter, kepercayaan diri. Jadi, kenapa kita sebagai bangsa gampang marah, karena sejak kecil kita dipaksakan untuk menerima sesuatu yang bukan seharusnya kita terima. Anak-anak gampang stres. Ciri-ciri anak stres itu bagaimana? Anak itu akan nggak suka sekolah. Entah karena pelajaran maupun karena faktor guru ataupun yang lainnya.


Peran Orang Tua dalam Mendidik Jiwa Entrepreneur/Wirausaha

Pada dasarnya pendidikan dimulai semenjak janin mulai terbentuk di dalam rahim sang ibu. Orang tua adalah “primary educator”, pendidik pertama dan yang utama bagi anak-anaknya. Pendidikan usia dini penting, bahkan dikenal dengan pendidikan di masa “golden age”, karena di dalam konsep perkembangannya, usia 2-5 tahun adalah usia ideal pembentukan “pribadi” anak, sebagai investasi psikologis masa depannya.

Bila ingin menjadikan anak-anak memiliki jiwa entrepreneur, pendidian pada anak usia dini, menjadi focus utama, lebih banyak menekankan pada aspek “pendidikan karakter” dibandingkan aspek kecerdasan intelektualnya. Pendidikan karakter tidak dapat terjadi dalam waktu yang singkat, namun pendidikan karakter harus menyeluruh dan berkelanjutan. Pendidikan karakter menuntut peran orang tua terlibat secara optimal. Orang tua dapat menjadi role model tanpa adanya role model, karakter tidak akan dapat dikembangkan dengan baik. Peran model dari orang tua yang berkarakter, merupakan kunci utama di dalam pendidikan karakter. Oleh karena itu, di dalam proses pendidikan karakter, terlebih dahulu perlu para orang tua memeriksa kembali dirinya apakah sudah menjadi orang yang berkarakter. Selain sebagai role model, orang tua juga harus dapat menciptakan teachable moment bagi karakter yang akan dikembangkan, sehingga tercipta iklim yang kondusif untuk mengembangkan karakter khususnya yang berkaitan dengan jiwa entrepreneur.

Langkah yang dapat dilakukan untuk mengembangkan karakter ’entrepreneur/wirausaha´pada anak adalah sebagai berikut:
1. Mensosialisasikan sikap dan nilai ’entrepreneurship’ pada anak
2. Praktik kehidupan sehari-hari di rumah serta mengembangkan aktivitas dirumah yang
   mengandung nilai ’entrepreneurship
3. Mengembangkan ’role model’ dari karakter entrepreneurship dimulai dari bapak dan ibu.
4. Menjadi role model ini harus selalu mempraktekkannya pada setiap kesempatan, sehingga
   dapat terlihat dan dimaknai oleh anak.
5.  Mendesain proses pembelajaran dan penugasan yang memiliki kandungan nilai dan
     karakter entrepreneurship.
.6. Mengembangkan aktivitas yang melibatkan orang tua  dalam proses peningkatan nilai
    dan karakter entrepreneurship.  
Orang tua memiliki peranan yang penting dalam menentukan dan mengarahkan jiwa anaknya, khususnya dalam pendidikan wirausaha  Bukan sepenuhnya diserahkan hanya pada pihak sekolah saja.”Sebagus apapun kualitas tempat anak menuntut ilmu secara formal, orang tua tetap memiliki andil yang besar apakah pendidikan yang dijalaninya berhasil atau tidak.  Interaksi dengan lingkungan dan keluarga juga sangat mempengaruhi terbentuknya kepribadian anak. Oleh karena itu kita tidak boleh hanya mengandalkan pihak lain untuk mendidik anak-anak kita. Metode pendidikan anak usia dini di lembaga pendidikan formalpun saat inipun masih belum memadai. Lebih mementingkan aspek akademik seperti kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Oleh karena itu lah tugas kita sebagai orang tua untuk melengkapinya dengan pembelajaran yang lebih bersifat fisik, kognitif, bahasa dan sosio-emosional. Dengan demikian sang anak akan bisa tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi sosok manusia yang mandiri dan kuat  dan cara yang terbaik adalah menjadi pengusaha. 14 abad yang lalu Rosulallah bersabda, “9 bagian dari pintu rezeki adalah perniagaan.”

0 komentar:

Posting Komentar